BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini pendidikan gencar mendapat sorotan. Penyebabnya dari masalah yang rutin sampai masalah yang insidentil, seperti pengesahan UU Guru dan Dosen. Tarik ulur pembahasan UU Guru dan Dosen tersebut ternyata sampai juga pada akhirnya, padahal banyak kalangan yang pesimistis UU tersebut akan mendapat pengesahan. Dengan berbagai peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidikan yang dituangkan di dalam UU tersebut membuat kalangan yang pesimistis tersebut berpendapat bahwa pemerintah tak akan relah merogoh pundi-pundi uangnya hanya d membarternya dengan mutu pendidikan apalagi mensejahterakan guru, sebagai profesi yang telah biasa dengan penderitaan. Ternyata setelah UU Guru dan Dosen mendapat pengesahan kalangan yang pesimistis tadi tetap pada argumentasinya, hanya komentarnya lebih singkat, yakni: "Bersiap-siaplah untuk kecewa."
Ada apa sebenarnya yang terjadi? Apakah sedemikian parahnya konsepsi yang terbentuk pada anak bangsa ini tentang keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan, sehingga komentar tersebut terus saja ada dan menggema. Sebenarnya ini tak akan terjadi jika ada balance antara pernyataan dengan tindakan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan antara keduanya sangat melebar. Sepakatnya pemerintah dengan menyatakan pendidikan sebagai suatu hal yang teramat penting dalam mengantar bangsa ini menjadi lebih berkualitas tidak seimbang dengan dukungan pemerintah menjadikan pendidikan sebagai suatu yang terperhatikan sebagaimana layaknya, bahkan walau dibanding dengan unsur bidang yang lainnya. Penganggaran yang besar dari segi nominal di APBN dan di beberapa APBD tidak demikian halnya dalam kenyataannya. Penggebirian terhadap anggaran pendidikan baik sebelum dan sesudah dicairkan juga semakin marak, sialnya lagi hal tersebut sudah dianggap lazim.
Faktor yang paling prinsip dalam UU Guru dan Dosen adalah Mutu, untuk itu UU tersebut diharapkan dapat mengatur segala prihal yang menunjang pencapaian Mutu yang lebih baik. Selain itu faktor kesejahteraan, sehingga dalam UU tersebut juga diatur segala prihal tentang kesejahteraan Guru dan Dosen. Walau ada beberapa komentar yang tidak menyetui adanya perbandingan lurus antara peningkatan mutu dengan peningkatan kesejahteraan, tapi hal itu sudah menjadi kesepakatan umum, bahkan oleh pemerintah yang dapat dikatakan "terbebani" dengan hal tersebut. Secara sederhana dapat digambarkan atau dianalogkan sebagai berikut: Perusahaan yang mempekerjakan karyawan tentunya akan memberi upah sesuai dengan tingkat kesulitan atau kecermatan dari bidang kerja karyawan tersebut. Kesejahteraan guru saat ini secara umum hanya cukup (kalau tak dapat dikatakan kurang) dengan mutu pendidikan yang saat ini pula. Kalau pun kesepakatan yang mengatakan meningkatnya mutu pendidikan akan terjadi jika kesejahteraan juga meningkat, belum dapat dipastikan, namun hal yang telah pasti adalah rendahnya kesejahteraan menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Mengapa demikian, karena pada semua anasir bidang kehidupan tak terkecuali pada aktifitas profesi terjadi hal demikian.
Oleh karena itu, jika ingin melihat mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya meningkat tak lain dan tak bukan solusinya adanya tingkatkan kesejahteraan. Walau kesejahteraan guru bukanlah satu-satunya faktor lemahnya mutu pendidikan, tapi adalah faktor utama dan dapat mengentaskan faktor-faktor lainnya. UU Guru dan Dosen tentunya menjadi harapan bagi guru yang jumlahnya tak kurang dari 2,6 juta orang untuk melihat perbandingan lurus ini tetap demikian, namun lebih ditingkatkan. Kerinduan Guru adan Dosen mendapat perhatian dengan kesejahteraan yang layak telah lama dipendam, sehingga sudah sepatutnya untuk mempertemukannya. Keraguan yang muncul dengan perbandingan lurus tadi kiranya juga akan teratasi dengan aturan-aturan yang cukup detail pada UU tersebut. Walau disana sini masih terlihat kekurangannya sebagaimana yang dilontarkan oleh beberapa kalangan, namun pada umumnya masyarakat pendidikan telah menerima UU ini dengan hasil kerja keras dan perjuangan yang maksimal untuk saat ini dan beberapa tahun kemudian.
Selanjutnya, bagaimana mengkaunter kalimat: "Bersiap-siaplah untuk kecewa" tadi? UU Guru dan Dosen adalah payung hukum yang tinggi tempatnya. Jika sebelum adanya UU ini, perjuangan masyarakat dunia pendidikan begitu gigih dan sudah terlalu lama untuk lebih meningkatkan mutu dan kesejahteraan tadi. Dengan berbagai penolakan baik langsung maupun tak langsung, dengan berbagai argumentasinya, dan tak jarang kita hanya "menggigit jari" karena tidak adanya payung hukum yang kuat dalam memperjuangkan aspirasi tersebut. Saat ini, dengan disahkannya UU tersebut dan selanjutnya dunia pendidikan menelan pahit pil kekecewaan kembali, maka kekuatan kita untuk menggugat (bukan menyuarakan aspirasi) akan semakin menggigit.
Kalau mau dikatakan ancaman, bisa. Tapi, bukan ancaman kosong. Presure harus tetap dilakukan mendampingi pelaksanaan UU ini. Bukan lagi hal yang tabu untuk melakukan hal tersebut dimasa ini. Perjuangan tidak mesti kendor dengan disahkannya UU ini. Saat-saat ini (saat-saat antara disahkannya UU Guru dan Dosen dengan pelaksanaannya) merupakan saat-saat yang krusial, bagi tercapai tidaknya tujuan perjuangan kita secara nyata dan dirasakan. Namun demikian, kita tidak boleh dzuudzan (berburuk sangka) , tapi harus selalu husnudzan (berbaik sangka). Sifat husnudzan yang disertai dengan kehati-hatian adalah yang utama. Kita tidak mau kalimat pesimistis tadi terbukti, dengan kembalinya kita kecewa. Tapi, jika memang hal itu terjadi kita sudah mempunyai bentuk-bentuk gugatan yang menggigit. Oleh karena itu proses pendampingan UU ini perlu dilakukan oleh seluruh lapisan dunia pendidikan terutama organisasi-organisasi pendidikan yang selama ini mengatakan memperjuangkan aspirasi dunia pendidikan, mulai dari yang paling tingkatan paling bawah sampai yang paling atas. Selanjutnya perjuangan kita harus murni, jangan sampai hanya kepentingan pribadi atau golongan saja yang diutamakan. Kita harus belajar dari pengalaman, betapa perjuangan kita menjadi terseok-seok salah satu penyebabnya adalah adanya segelintir pihak yang berpengaruh justru menjadikannya sebagai batu loncatan untuk tujuan pribadinya saja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana substansi Rancangan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana substansi Rancangan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005?
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan dari penulisan makalah ini, manfaat penulisannya adalah sebagai berikut, diantaranya :
1. Kegunaan secara ilmiah,
Dari penulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang substansi Rancangan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005
2. Kegunaan yang bersifat praktis
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait (seperti guru, kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait) tentang substansi Rancangan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005.
|
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kualifikasi Dan Kompetensi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu “keahlian atau kecakapan khusus”. (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001:603). Pelaksanaan sistem pendidikan selalu mengacu pada landasan pedagogik diktaktik. Untuk melihat kualifikasi profesional guru dalam kesatuan paket yakni pendidik, pengajar dan pelatih sebagai satu kesatuan operasional yang tidak dapat terpecah-pecah. (Paul Suparno, 2002)
Menurut Anwar Jasin kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya. Seperti dalam UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strara S-1, apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). Untuk mengukur kemampuan kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya
d. Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik guru dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, tidak menyalahkan pihak orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas,
f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.
g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.
h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.
Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara lain:
a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan.
b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya
c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedomn kegiatan belajar mengajar
d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain.
e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.
f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar.
g. Bersikap kreatif dan inovatif dlmelaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuas khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan ketrampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat operasional.
Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah. (Anwar Jasin, tt:34-40)
Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat bermain secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (pasal 9); dan Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10).
Selanjutnya ditegaskan bahwa “guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama sepuluh tahun sejak berlakunya undang-undang ini” (pasal 82 ayat 2). Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang tersebut, pemerintah dan penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diharapkan dapat segera memfasilitasi pelaksanaan program percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru dengan akses yang lebih luas, berkualitas dan tidak mengganggu tugas serta tanggung jawabnya di sekolah.
Dalam hal mendefinisikan kompetensi guru banyak sekali berbagai pendapat seperti E. Mulyasa mendefinisikan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, kertrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang di kuasai oleh seseorang yang menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, efektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan hal itu Finch dan Cruncilton, mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi, yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.( E. Mulyasa, 2004:37)
Kompetensi secara bahasa di artikan kemampuan atau kecakapan. Hal ini di ilhami dari KKBI di mana kompetensi diartikan sebagai wewenang atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Sedangkan secara terminologis,sebagai berikut :
1) Menurut Broke and Stone, gambaran hakekat kualitatif dari pelaku guru yang tampak sangat berarti.
2) Mc Leod dalam usman, keadaan berwenang atau memenuhi syarat menuntutut ketentuan hukum
3) Jhonson, perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang di harapkan.
4) Pengertian lain di artikan sebagai kemampuan dasar yang mengaplikasikan apa yang seharusnya dapat di laksanakan oeh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya
5) Hitami dan Sahrodi pemilikan nilai, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (Istianah Abu Bakar, 2006:405)
Sedangkan dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen menjelaskan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. (UU guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1,2006:3)
Dalam undang-undang ini (pasal 10 ayat 1) kompetensi guru di kelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional.
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Termasuk ke dalam kemampuan ini antara lain sub-sub kemampuan.
a. Menata ruang kelas
b. Menciptakan iklim kelas yang kondusif
c. Memotivasi siswa agar bergairah belajar
d. Memberi penguatan verbal maupun non verbal
e. Memberikan petunjik-petunjuk yang jelas kepada siswa
f. Tanggap terhadap gangguan kelas
g. Menyegarkan kelas jika kelas mulai lelah
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Termasuk dalam kemampuan ini antara lain sub-sub kemampuan.
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Memahami tujuan pendidikan dan pembelajaran
c. Memahami diri (mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya)
d. Mengembangkan diri
e. Menunjukan keteladanan kepada peserta didik
f. Menunjukkan sikap demokrasi, toleransi, tenggang rasa, jujur, adil, tanggung jawab, disiplin, santun, bijaksana dan kreatif
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan dengan peserta didik., sesame guru, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Temasuk dalam Kemampuan ini adalah.
a. Luwes bergaul dengan sisiwa, sejawat dan masyarakat
b. Bersikap ramah, akrab dan hangat terhadap siswa, sejawat dan masyarakat
c. Bersikap simpatik dan empatik
d. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
4. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi; pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik. Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan
B. Kewajiban Guru dan Hak Guru
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen, hak dan kewajiban guru lebih diatur dengan sangat lengkap, terperinci dan jelas. Yaitu dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 14 s/d Pasal 21 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), pasal 29, Pasal 32, Pasal 35 s/d Pasal 41. Dapat dipisahkan dan dijabarkan sebagai berikut.
a. Hak guru antara lain :
(1) Dalam pasal 7 terdapat beberapa hak yaitu
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
- Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
- Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
- Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru
(2) Pasal 14 antara lain berisi :
- Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; Penghasilan itu meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi
- Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
- Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; perlindungan ini meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
- Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
- Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
- Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
- Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
- Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
- Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
- Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
- Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
- Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
b. Kewajiban guru dalam UU ini antara lain :
(1) Dalam pasal 7 terdapat beberapa kewajiban guru yaitu
- Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
- Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
- Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
- Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
- Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
(2) Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Sedangkan kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(3) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
- Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
- Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
- Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
- Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
- Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
(4) Beban kerja guru sebagai salah satu kewajiban guru, mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Beban kerja guru 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(5) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
Organisasi profesi ini sebagai wadah bagi guru, memiliki kewenangan yang di dalamnya mencakup hak dan kewajiban guru, yaitu (1) menetapkan dan menegakkan kode etik guru, (2) memberikan bantuan hukum kepada guru, (3) memberikan perlindungan profesi guru, (4) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan (5) memajukan pendidikan nasional. Hal ini tercantum dalam Pasal 42 Undang-undang Guru dan Dosen.
C. Pengembangan Profesi Guru
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Bab IV pasal 14 ayat 1 menyebutkan ” bahwa guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan berhak memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya ”. Kemudian penjelasannya terdapat dalam pasal-pasal berikut :
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai basil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi tanggung jawab upaya pengembangan profesionalisme guru ini merupakan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Hanya saja, mengingat yang hampir setiap hari bertemu dengan guru di sekolah adalah kepala sekolah dan bukan pembina yang lain-lainnya sehingga kepala sekolah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengembangan guru. Oleh karena itu, selain tugas kepala sekolah sebagai administrator di sekolah yang tidak boleh dilupakan karena sangat penting, haruslah diikutsertakan pada pembinaan guru di sekolah yang dipimpinnya.
Pengembangan profesi dan kompetensi guru berkelanjutan, semakin penting dan wajib apabila dikaitkan dengan peningkatan jenjang karier dalam jabatan fungsional guru itu sendiri. Tanpa mengikuti pengembangan diri secara berkelanjutan, sulit dan bahkan tidak mungkin bagi guru untuk menapaki jabatan fungsional yang lebih tinggi. Lebih-lebih setelah lahir dan diberlakukannya Peraturan Menteri (Permen) PAN dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam peraturan tertulis ini ditegaskan, bahwa guru yang akan naik pangkat atau menduduki jabatan fungsional dari Guru Pertama Golongan IIIb hingga Guru Utama Golongan IVe harus menulis publikasi ilmiah dan karya inovatif, bahkan guru yang ingin naik jabatan fungsional atau pangkat dari Guru Madya Golongan IVc ke Guru Utama Golongan IVd harus melakukan presentasi ilmiah atas karya inovatif yang telah dihasilkannya.
Dalam upaya mengembangkan profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau model. Pengembangan tenaga kependidikan (guru) “dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training” (Mulyasa, 2004 : 154). Model pengembangan guru ini, dapat diperjelas melalui kutipan berikut.
Pada lembaga pendidikan, cara yang populer untuk pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service training) baik dalam rangka penyegaran (refreshing) maupun peningkatan kemampuan (up-grading). Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti : on the job training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan sebagainya (Saud, 2009 : 103).
Pengembangan profesiolnal dan kompetensi guru, bisa juga dilakukan melalui cara informal lainnya, seperti “melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah” (Saud, 2009 : 104). Dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, pengembangan profesionalisme dan kompetensi guru, dapat dikembangkan melalui berbagai alternatif seperti yang ditawarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, sebagai berikut.
1. Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru
2. Program penyetaraan dan sertifikasi
3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi
4. Program supervisi pendidikan
5. Program pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
6. Simposium guru
7. Program pelatihan tradisional lainnya
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah
10. Melakukan penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas)
11. Magang
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat (Saud, 2009 : 105 – 111).
Alternatif yang tidak kalah pentingnya, yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan profesi dan kompetensi keguruan adalah melakukan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS), khususnya bagi kepala sekolah dan pengawas. Sebab, “sebutan guru mencakup: (1) guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi maupun guru bimbingan konseling atau guru bimbingan karir; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas” (Danim, 2010 : 2 – 3). Sehingga, “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) saja tidak cukup, harus Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)” (Mulyasa, 2010 : 3).
Pengembangan profesional dan kompetensi guru akan sangat berarti atau bernilai guna apabila dilaksanakan terkait langsung dengan tugas dan tanggung jawab utamanya. Pelaksanaan pengembangan tersebut “ideal dilakukan atas dasar prakarsa pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi guru, guru secara pribadi, dan lain-lain” (Danim, 2010 : 4). Di samping itu, dapat juga dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan pengguna jasa guru (lihat Saud, 2009 : 121 – 127). Dari kesemua itu, yang paling berperan penting dalam pelaksanaan pengembangan tersebut adalah guru itu sendiri (guru sebagai pribadi). Tuntutan untuk meningkatkan kompetensi guru bila tidak dibarengi dengan kemauan, tekad dan kreativitas yang tumbuh dari diri sendiri, maka akan sia-sia, tidak bermanfaat.
Sehubungan dengan masalah kreativitas, ada beberapa hal yang layak diperhatikan dalam hubungannya dengan kepemimpinan kepala sekolah di satuan pendidikan, sebagaimana yang dinyatakan oleh ahli berikut ini.
Kreativitas secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif serta perhatian yang tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni, di samping kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Tumbuhnya kreativitas pada karyawan-karyawan dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya :
a. Iklim kerja yang memungkinkan para karyawan meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan tugas.
b. Kerja sama yang cukup baik antara berbagai personil dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
c. Pemberian penghargaan dan dorongan terhadap setiap upaya yang bersifat positif.
d. Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antara personil, sehingga memungkinkan terjalin hubungan yang manusiawi (Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, 1992 : 190).
Dengan demikian penyiapan kondisi yang sedemikian itu menjadi penting bagi setiap individu yang terlibat di dalam lembaga pendidikan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, sehingga dapat pula diharapkan tumbuh suburnya kreativitas yang dapat membawa kemajuan-kemajuan dalam proses pelayanan yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.
D. Organisasi Profesi Guru
Kata organisasi pasti sudah tak asing lagi terdengar bagi teliga kita. Organisasi merupakan suatu sistem dari sekelompok orang yang berprofesi sebagai wadah yang membentuk satu kesatuan untuk mencapai suatu tujuan. Animo kebanyakan orang menganggap organisasi merupakan bentuk improvisasi dan pemberdayaan kualitas hidup. Sebab di dalamnya terdapat banyak hal yang ditemui seperti bekerja sama dan berinteraksi.
Organisasi menjadi solusi yang tepat untuk masalah ini. Keurgensian ini dikarenakan akan tuntutan empower (pemberdayaan) guru dalam hal berdiskusi dan menyampaikan aspirasi berkaitan dengan profesinya. Sesuai dengan pasal 41 ayat (1) dalam UUGD disebutkan bahwa guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. Sedangkan pada BAB I mengenai ketentuan nomor 13 disebutkan bahwa organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Tidak berhenti sampai di situ, pasal 41 ayat (3) UU nomor 14/2005 juga menyebutkan bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Organisasi profesi guru yang sudah tak awam lagi kita kenal adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Disadari atau tidak PGRI dari dulu khususnya kala orde baru hingga saat ini dipandang menjadi ikon organisasi guru yang paling eksis dan nge-in di kancah pendidikan. Organisasi profesi yang paling tepat bagi guru adalah PGRI karena PGRI adalah satu-satunya organisasi yang memenuhi ketentuan perundang-undangan. (Subagyo dalam .Derap Guru edisi 126 hal 15)
E. Organisasi Profesi Dan Sertifikasi
UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pada bagian kesembilan tentang Organisasi Profesi dan Kode Etik pasal 41 berbunyi : (1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya pada pasal 42 ditegaskan organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a) menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b) memberikan bantuan hukum kepada guru; c) memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota; d) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan e) memajukan pendidikan nasional.
Sertifikasi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru, serta berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Bab IV bagian sembilan disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Dan penjelasannya sebagai berikut :
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
F. Pembahasan Tentang profesi
1. Professional
a. pengertian profesional
Volmer dan Mills (1966), mengartikan profesional sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji. Sedangkan Kenneth Lynn (1965) mengartikan profesional adalah suatu profesi yang menyajikan jasa berdasarkan ilmu pengetahuan yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu yang secara sistematik diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan klien. Jadi profesi merupakan pekerjaan saintifik untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat (Depag RI, 2000).
Menurut Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 mendefinisikan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standart mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
b. Ciri-Ciri Profesional
Ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional menurut Houle meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi.
Sedangkan menurut Schein dalam Pidarta mengemukakan ciri-ciri professional adalah sebagai berikut: (1) bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (fulltime); (2) pilihan pekerjaan itu didasarkan kepada motivasi yang kuat; (3) memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu, dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama; (4) membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien; (5) pekerjaan berorentasi kepada pelayanan, bukan untuk kepentingan pekerjaan; (6) pelayanan itu didasarkan kepada kebutuhan objektif klien; (7) memiliki otonomi untuk bertindak dalam menyelesaikan persoalan klien; (8) menjadi anggota organisasi profesi, sesudah memenuhi persyaratan atau kreteria tertentu; (9) memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper dalam spesialisasinya; (10) keahlian itu tidak boleh diadvestensikan untuk mencari klien.
c. Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi Profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan hal yang sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.
Menurut Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 seorang guru harus memiliki kompetensi yang berkaitan dengan tugasnya antara lain : Pertama, kompetensi pedagogic, maksudnya adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.Kedua, kompetensi kepribadian, maksudnya adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Ketiga, kompetensi profesional, maksudnya adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Keempat, kompetensi sosial, maksudnya adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2007) tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari beberapa kompetensi, antara lain : Pertama, kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran. Kedua, pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar dan lain sebagainya. Ketiga, kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Keempat, kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran. Kelima, kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagi media dan sumber belajar. Keenam, kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. Ketujuh, kemampuan dalam menyusun program pembelajaran. Kedelapan, kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan. Kesembilan, kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
Jadi profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi, berperilaku jujur, obyektif, saling mengisi, saling mendukung, saling berbagai pengalaman atas dasar itikad baik dan positive thinking.
2. Profesionalisme
Istilah profesionalisme guru terdiri dari dua suku kata yang masing-masing mempunyai pengertian tersendiri, yaitu kata Profesionalisme dan Guru. Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), istilah profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris profession yang berarti jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai keahlian , sebagai mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs. Petersalim dalam kamus bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu . Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus.
Adapun pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
1) Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional .
2) Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu .
3) Prof. Dr. M. Surya dkk, mengartikan bahwa professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya.
4) Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indanesia istilah professional adalah bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Dari semua pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara istilah dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka mendapat imbalan atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan pekerjaan tersebut. Kemudian kata profesi tersebut mendapat akhiran isme, yang dalam bahasa Indonesia menjadi berarti sifat. Sehingga istilah Profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjannya sehingga pekerjaan tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya.
Sedangkan pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara konsepsional, secara teknik atau latihan. Dari rumusan pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert W. Riche, yaitu:
a. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
b. Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep- konsep serta prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
e. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi , serta kesejahteraan anggotanya.
g. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
h. Memandang profesi sebgai suatru karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota permanen .
Sedangkan pengertian guru seperi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut;
a. Drs. Petersalim dalam kamus bahasa Indonesia Kontemporer mengartikan guru adalah orang yang pekerjaanya mendidik, mengajar, dan mengasihi, sehingga seorang guru harus bersifat mendidik .
b. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa guru adalah orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mendidik .
c. Amien Daiem Indrakusuma menyatakan bahwa guru adalah pihak atau subyek yang melakukan pekerjaan mendidik .
d. M. Athiyah Al Abrasyi menyatakan bahwa guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid, memberi santapan jiwa, pendidikan akhlak dan membenarkannya, meghormati guru itulah mereka hidup dan berkembang .
Dari beberapa pengertian guru sebagaimana yang dikemukakan, diatas maka secara umum dapat diartikan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotor.
Dari pengertian atau definisi “profesionalisme” dan “guru” diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa profesionalisme guru mempunyai pengertian suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam menjalankan pekerjaanya sehingga guru tersebut dapat menjalankan pekerjannya dengan penuh tanggung jawab serta mampu untuk mengembangkan keahliannya tanpa menggangu tugas pokok guru tersebut. (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108552-pengertian-profesionalisme-guru/#ixzz1hgxmp96u)
3. Profesionalitas
Menurut Sanusi, et al (1991:20), profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
Profesionalitas mengandung dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Aksentasinya dapat dilakukan melalui penelitian, diskusi antar rekan se profesi, penelitian dan pengembangan, membaca karya akademik kekinian, dan sebagainya. Kegiatan belajar mandiri, mengikuti pelatihan, studi banding, observasi praktikal, dan lain-lain menjadi bagian integral upaya profesionalisasi itu. Sedangkan Hoyle (Dean, 1991:38) berbicara profesionalitas sebagai suatu sikap terhadap praktik profesional suatu pekerjaan dan tingkat keterampilan serta pengetahuan dalam pekerjaan tersebut.
4. Profesionalisasi
Profesionalisasi berasal dari kata dasar profesional (professional), profesionalisasi berarti upaya untuk menjadikan profesional. Profesional berarti bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Profesi berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesionalisme berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2002, hal. 897).
Menurut Sudarwan Danim, profesionalisasi mengandung makna dua dimensi, yakni peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Jadi, profesionalisasi adalah suatu proses seorang penyandang profesi dalam rangka untuk menjadi seorang yang profesional, dan pada akhirnya dia ingin menjadi seorang yang profesionalisme. Profesionalisme seorang guru secara garis besar ditentukan oleh tiga faktor, yakni: (1) faktor internal dari guru itu sendiri, (2) kondisi lingkungan tempat kerja, dan (3) kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu profesionalisasi (upaya meningkatkan profesionalisme) guru agar menjadi guru profesional harus dilakukan secara sinergis melalui tiga jalur dimaksud. Berikut adalah penjelasan masing-masing faktor.
1) Faktor internal guru.
Faktor internal guru, yakni kemauan guru untuk menjadi seorang guru yang profesional memegang peranan sangat penting. Faktor internal ini justru yang mempercepat proses terwujudnya guru-guru yang profesional. Dengan kata lain, profesionalisasi guru profesional tidak akan terwujud apabila tidak dimulai dari faktor internal ini. Jadi, upaya yang dilakukan dalam profesionalisasi guru perlu diarahkan pada terbentuknya kesadaran pada diri setiap guru agar mereka secara sukarela meningkatkan profesionalismenya sehingga menjadi guru profesional.
2) Kondisi lingkungan tempat kerja.
Kondisi lingkungan tempat kerja juga sangat menentukan keberhasilan profesionalisasi guru profesional. Sebab, meskipun sudah dilakukan profesionalisasi agar guru menjadi profesional, namun apabila lingkungan tempat kerja tidak kondusif–apalagi tidak memberikan penghargaan kepada guru profesional–maka upaya profesionalisasi tadi juga akan menemui jalan buntu. Akibatnya, guru yang semula memiliki semangat juang yang tinggi dalam mengemban profesinya menjadi tak berdaya dan acuh tak acuh dengan profesinya itu. Hasilnya, guru tidak lagi menjadi profesional, apalagi berusaha untuk menjadi profesional.
3) Kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah dalam profesionalisasi guru profesional ini terutama terkait dengan award and punishment. Award diberikan kepada para guru profesional (yang telah menunjukkan kinerja dengan profesionalisme tinggi), sekaligus diberikan kepada mereka yang selalu berusaha untuk meningkatkan keprofesionalannya. Punishment diberikan kepada guru yang tidak bekerja secara profesional. Apabila kebijakan pemerintah ini dijalankan, maka profesionalisasi guru profesional akan semakin mudah mencapai sasaran. Profesionalisasi guru agar profesional memang harus dilakukan secara profesional juga.
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa substansi RUU Guru yang bernilai pembaharuan itu diantaranya: kualifikasi dan kompetensi guru, hak guru, kewajiban guru, pengembangan profesi guru, perlindungan dan organisasi profesi sebagai wadah independen untuk peningkatan kompetensi karir, wawasan pendidikan, perlindungan profesi dan kesejahteraan.
B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini, apabila masih terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pembahasan makalah ini, terutamanya kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya dan juga kami harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun dalam perbaikan pembuatan makalah kami ini.
|
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa,
2004
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,) hlm 37.
|
Pusat Bahasa Depdiknas,
2001
|
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 603.
|
| |
____________________,
2006
|
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005, pasal 1 ayat1, hlm 3.
|
Istianah Abu Bakar,
2006
|
Konsep Kepribadian Guru Historis,(Malang : el –Harakah UIN Malang, hlm 405.
|
Surya, Muhammad.
2003
|
Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
|
Anwar, Moch. Idochi.
2004
|
Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
|
Arikunto, Suharsimi
1993
|
Manajemen Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
|
Anwar Jasin,
tt
|
Pengembangan Profesionalisme Guru dalam rangka Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia, hal. 39-40.
|
Paul Suparno,
2002
|
Kualifikasi Guru SD Haruskah S-1?, dalam Suara Harian Kompas, Tanggal 10 Oktober 2002.
|
mantep cuyyyy.....
BalasHapusbisa dengan subtansi guru ni
BalasHapus