Peraturan Desa ditetapkan oleh
kepala desa setelah mendapat persetujuan bersama Badan Perwakilan Desa, yang
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. Perdes merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing desa. Sehubungan dengan hal tersebut,
sebuah Perdes dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam konsep negara hukum yang demokratis
keberadaan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa dalam
pembentukannya harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut Van der Vlies sebagaimana
dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van behoorlijk rcgelgeving), yaitu asas formal dan asas
material.
Asas-asas formal meliputi:
1.
Asas tujuan jelas (Het
Beginsel Van Duideijke Doelstellin)
2.
Asas lembaga yang tepat (Het Beginsel Van Het Juiste Orgaan)
3.
Asas perlunya pengaturan (Het Noodzakelijkheid Beginsel)
4.
Asas dapat dilaksanakan (Het Beginsel Van Uitvoorbaarheid)
5.
Asas Konsensus (Het
Beginsel Van De Consensus)
Asas-asas
material meliputi:
1.
Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het
beginsel van de duiddelijke terminologie en duidelijke systematiek).
2.
Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali
(Het beginsel van den kenbaarheid)
3.
Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel)
4.
Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel)
5.
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan
individual (Het beginsel van de individuelerechtsbedeling)
Asas-asas
ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma hukum, karena pertimbangan
etik yang masuk ke dalam ranah hukum. Asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan ini penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas
dapat terjadi pembentuk Peraturan Desa membuat suatu peraturan atas dasar intuisi
sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya asas pembentukan
peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum administrasi
publik yang baik (general principles of good administration).
Dalam pasal
5 UU Nomor 10 tahun 2004 Juncto Pasal 137 UU Nomor 32 tahun 2004 diatur bahwa
Peraturan Daerah yang di dalamnya termasuk adalah Peraturan Desa dibentuk
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:
1.
Kejelasan tujuan: yaitu bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
2.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; yaitu
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3.
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; bahwa dalam
Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundang-undangannya.
4.
Dapat dilaksanakan; yaitu bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis
maupun sosiologis.
5.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan; yaitu bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.
Kejelasan rumusan; yaitu bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
7.
Keterbukaan: yaitu bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
Selain asas
tersebut di atas, dalam pembetukan peraturan perundang yang sifatnya mengatur,
termasuk peraturan daerah, juga harus memenuhi asas materi muatan sebagaimana
diatur dalam pasal 6 UU Nomor 32 tahun 2004 juncto pasal 138 UU nomor 32 tahun
2004, yang meliputi:
1.
asas pengayoman yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2.
asas kemanusiaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan
hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.
3.
asas kebangsaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia.
4.
asas kekeluargaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5.
asas kenusantaraan yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6.
asas bhinneka tunggal ika yaitu bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut
masalah-masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7.
asas keadilan yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8.
asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara
lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9.
asas ketertiban dan kepastian hokum yaitu bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10.
asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan yaitu
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Berkaitan
dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi lain yang harus dipahami oleh
pengemban kewenangan dalam membentuk Peraturan Desa. Pengemban kewenangan harus
memahami segala macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan
yang akan diatur oleh Peraturan Desa tersebut. Hal ini akan berkait erat dengan
implementasi asas-asas tersebut di atas.
Dalam proses
pembentukannya, Peraturan Desa membutuhkan partisipasi masyarakat agar hasil
akhir dari Peraturan Desa dapat memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat
dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini
dapat berupa masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan
Peraturan Desa. Hal ini sangat sesuai dengan butir-butir konsep sebagaimana
dikemukakan oleh Prof. Sudikno Mertokusumo bahwa hukum atau perundang-undangan
akan dapat berlaku secara efektif apabila memenuhi tiga daya laku sekaligus
yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis. Disamping itu juga harus
memperhatikan efektifitas/daya lakunya secara ekonomis dan politis.
Masing-masing
unsur atau landasan daya laku tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
landasan filosofis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki
ditengah-tengah masyarakat, misalnya agama dan adat istiadat; (2) daya laku
yuridis berarti bahwa perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas
hukum yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai dengan aturan main
yang ada. Asas-asas hukum umum yang dimaksud disini contohnya adalah asas
“retroaktif”, “lex specialis derogat lex generalis”; lex superior derogat lex
inferior; dan “lex posteriori derogat lex priori”; (3) produk-produk hukum yang
dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk hukum yang
mempunyai akibat atau dampak kepada masyarakat dapat diterima oleh masyarakat
secara wajar bahkan spontan; (4) landasan ekonomis, yang maksudnya agar produk
hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah daerah dapat berlaku sesuai dengan
tuntutan ekonomis masyarakat dan mencakup berbagai hal yang menyangkut
kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan dan pelestarian sumberdaya alam; (5)
landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak
ditengah-tengah masyarakat.
Tidak
dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut diatas akan berakibat tidak dapat
berlakunya hukum dan perundang-undangan secara efektif. Kebanyakan produk hukum
yang ada saat ini hanyalah berlaku secara yuridis tetapi tidak berlaku secara
filosofis dan sosiologis. Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah
dalam penyusunan produk hukum yang demikian ini yang dalam banyak hal
menghambat pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan
masyarakat akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.
Roscoe Pound
(1954) menyatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat
harus senantiasa memajukan kepentingan umum. Kalimat “hukum sebagai suatu unsur
yang hidup dalam masyarakat” menandakan konsistensi Pound dengan pandangan
ahli-ahli sebelumnya seperti Erlich maupun Duguit. Artinya hukum harus
dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia
harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Kemajuan pandangan Pound adalah pada penekanan arti dan fungsi pembentukan
hukum. Disinilah awal mula dari fungsi hukum sebagai alat perubahan sosial yang
terkenal itu.
Dari
pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif dan empirik dalam
suatu peraturan hukum harus ada; keduanya adalah sama-sama perlunya. Artinya,
hukum yang pada dasarnya adalah gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam
masyarakat sebagai suatu pengalaman dikonkretisasi dalam suatu norma-norma
hukum melalui tangan para ahli-ahli hukum sebagai hasil rasio yang kemudian
dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang utama adalah
nilai-nilai keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan cita-cita
keadilan negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.
0 komentar:
Posting Komentar